Tugas Bahasa Indonesia 2
Sahikul Qumar Febrianto / 2A212098 /3 EB 16
Tugas Bahasa Indonesia 2 - Tulisan 1
Menyikapi Kenaikan BBM
Jika kita mendengar kata “harga naik”, pasti
Masyarakat akan langsung uring-uringan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
mereka, terlebih pada Masyarakat golongan menengah ke bawah. “kalau sudah naik, gak mungkin bisa
turun lagi” sepenggal kata-kata yang saya dengar dari kerabat
saya, yang artinnya kurang lebih adalah jika harga sudah naik, maka sudah
dipastikan akan susah menurunkannya lagi atau mungkin tidak bisa sama sekali.
Namun, yang akan saya jadikan tema disini bukanlah mengenai harga barang maupun
kebutuhan Masyarakat, melainkan kenaikan harga BBM. Tema kenaikan harga BBM ini
sudah lama menjadi wacana hangat, karena direncanakan akan mulai dinaikan mulai
periode 1 April lalu. Namun, berdasarkan hasil pemungutan suara Rapat Paripurna
DPR RI tentang RUU APBN Perubahan 2012, pada akhirnya menunda kenaikan harga
BBM pada 1 April 2012. Dengan keputusan tersebut, harga bahan
bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak jadi naik. Namun, DPR tetap membuka
kemungkinan bagi pemerintah melakukan penyesuaian jika harga rata-rata minyak
mentah Indonesia naik atau turun lebih 15 persen dalam waktu enam bulan. Tentu saja hal tersebut masih akan dijadikan bahan
perdebatan sampai terdapat keputusan yang benar-benar final. Pastinya, masih
akan menjadi issue yang
menjadi bahan sehari-hari.
Di berbagai kalangan akan
mengeluarkan opini mereka masing-masing mengenai issue kenaikan harga
BBM ini. Berbagai sudut pandang pun lahir dari kalangan elite termasuk berbagai
pakar bidang sosial, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan, perihal setuju
tidaknya dengan kenaikan harga BBM. Apa yang sebenarnya menyebabkan kenaikan
harga BBM bersubsidi ini ? sebenarnya karena dipicu oleh naiknya harga minyak
dunia. Kenaikan harga ini merupakan suatu hal yang wajar mengingat semakin
menipisnya persediaan minyak dunia dan konflik yang terjadi di negara-negara
timur tengah, yang notabene adalah kontributor besar minyak dunia. Kenaikan
bahan bakar minyak merupakan jawaban pemerintah dari semakin membengkaknya
anggaran negara terhadap subsidi BBM.Hal ini terjadi akibat melonjaknya harga
minyak dunia serta penggunaan BBM yang melebihi kuota.Asumsi negara untuk harga
minyak dunia per barel adalah 95US$sedangkan sekarang harga ini telah menyentuh
angka 120 US$. Kenaikan harga BBM tidak dapat dipungkiri akan menguras banyak
tenaga dan pikiran untuk mencari cara terbaik dalam penyelesainnya. Opsi
terakhir yang dikeluarkan pemerintah adalah menaikkan harga BBM pada tariff Rp
6.000,00 per liter. Jika hal ini tidak dilakukan maka anggaran APBN yang harus
dialokasikan untuk subsidi pada batas tariff Rp 4.500,00 per liter adalah
sebesar Rp 178,62 trilliun. Pada kenaikan harga per liter sebesar Rp 1.500,00
akan menekan subsidi sebesar Rp 41,25 trilliun. (dengan perhitungan harga
miinyak mentah dunia US$ 105 per barel, kurs Rp 9.000 per dolar AS, dan kota
BBM 40 juta kiloliter). Jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan dan
pertumbuhan ekonomi yang terus berlangsung, tak bisa dipungkiri akan berdampak
kepada peningkatan kebutuhan energi di Indonesia. Berdasarkan data Pusat
Penelitian Ekonomi-LIPI, tahun 1970, konsumsi energi primer hanya sebesar 50
juta SBM (Setara Barel Minyak). Tiga puluh satu tahun kemudian, tepatnya tahun
2001 konsumsi energi primer telah mencapai 715 juta SBM atau mengalami
pertumbuhan yang luar biasa yaitu sebesar 1330% atau pertumbuhan rata-rata
periode 1970-2001 sebesar 42.9%/tahun.Selain itu, menurut proyeksi permintaan
energi oleh BPTE-BPPT Puspiptek Indonesia, pada tahun 2025 permintaan energi
dari sektor transportasi juga akan terus meningkat bahkan hingga mencapai 350%.
Berdasarkan data IEO (Indonesia Energy Outlook) yang dikeluarkan oleh
Kementerian energi dan sumber daya mineral tahun 2009, konsumsi energi final
(tanpa biomasa untuk rumah tangga) dalam kondisi permintaan energi, regulasi,
serta tanpa adanya intervensi pemerintah diperkirakan tumbuh rata-rata 6,7% per
tahun, dengan konsumen terbesar sektorindustri (51,3%), diikuti oleh sektor
transportasi (30,3%), sektor rumah tangga(10,7%), sektor komersial (4,6%), dan
sektor PKP (3,1%). Adapun pangsapermintaan energi final menurut jenis terdiri
dari BBM (33,8%), gas (23,9%), listrik(20,7%), batubara (14,9%), LPG (2,6%),
BBN (2,9%), dan biomasa komersial(1,1%). Konsumsi energi ini tentu akan
berdampak kepada emisi CO2 yang dihasilkan. Berdasarkan prakiraan pertumbuhan
konsumsi energi di atas, emisi CO2 dari pembakaran energi sekitar 460 juta ton
pada tahun 2010akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 2.160 juta ton
pada tahun 2030. Hal ini akan sangat memprihatinkan, jika terus dibiarkan dapat
kita bayangkan betapa banyak dampak negatif yang akan timbul akibat peningkatan
emisi CO2 yang terus terjadi ini. Dalam kondisi krisis energi yang terus
melanda serta emisi CO2 yang terus meningkat, tentu keadaan ini akan sangat
mengkhawatirkan. Pemerintah sebagai regulator dan pengendali kebijakan perlu
memahami pola konsumsi energi yang tengah terjadi. Selain itu, masyarakat
sebagai konsumen sudah semestinya turut berperan serta dalam upaya penghematan
dan diversifikasi pemakaian energi serta pengurangan emisi CO2.
Saya, sebagai
orang yang menyikapi mengenai kenaikan harga BBM ini dari sudut pandang orang
awam, hanya bisa mengatakan jika seharusnya keputusan ini diambil secara bijak
oleh Pemerintah. Memang semua keputusan yang diambil Pemerintah adalah
satu-satunya hal untuk menyelamatkan anggaran Negara, dan Pemerintah pernah
mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk meringankan beban calon pengganti
periode Pemerintahan sekarang untuk Pemerintahan masa yang akan datang.
Kebijakan Pemerintah ini harus dilakukan tanpa adanya unsur kepentingan dari
pihak manapun. Bagaimanapun jika alasan kebijakan Pemerintah ini
mengatasnamakan Rakyat, tetapi apabila Rakyat tidak menerimanya maka tidak
harus dipaksakan, karena Masyarakat juga yang akan merasakan dampaknya secara
langsung. Dan saya juga memiliki saran. Jika memang harus dinaikkan harga BBM
ini, hendaknya dapat dinaikkan secara bertahap, tidak langsung menaikkan dengan
signifikan, agar Masyarakat tidak mengalami suatu “kejutan” jika langsung
dinaikkan. Ada kalanya juga Masyarakat lah (hanya pada golongan tertentu) yang
juga harus sadar diri. Misalnya, sekarang sudah ada kebijakan, yaitu jika mobil-mobil
mewah (biasa dipakai Masyarakat kelas menengah keatas) yang berkapasitas diatas
1500 cc tidak boleh mengisi dengan BBM bersubsidi. Kebijakan ini membuat saya
sedikit menerima, karena memang BBM bersubsidi itu dikhususkan untuk Masyarakat
kelas menengah kebawah, dan alangkah tidak bijaknya jika Masyarakat kelas
menengah keatas juga ingin memakai apa yang sudah menjadi hak untu golongan
lain. Beberapa Masyarakat kelas menengah keatas tersebut membeli BBM bersubsidi
dengan alasan harga yang lebih murah dibandingkan yang lain (pertamax, solar,
dll), padahal dengan alasan seperti tentunya tidak akan membantu dan keputusan
yang tidak bijak. Akhir kata, agar kebijakan kenaikan BBM yang sedang ditunda
ini dapat menemukan titik terang dan tidak ada golongan Masyarakat maupun pihak
Pemerintah yang dirugikan bila memang harus benar-benar naik (dengan melihat
kondisi harga minyak dunia).
Daftar
pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar